Allah Subhanahu Wa Ta’ala mengutus Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam
untuk membina akhlak ummat manusia, membersihkan hati mereka dan
kemudian mengajarkan syari’at Islam kepada mereka, agar mereka muncul
sebagai manusia yang unggul di dunia dan akhirat.
Baginda Rasul Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “Sesungguhnya Aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia”
Untuk lebih jelasnya lagi marilah kita ikuti uraian Firman Allah berikut ini, yaitu Qur’an Surat Al Jum’ah ayat 2:
![al-jumuah2](http://tengkuzulkarnain.net/files/ayat_membinahati_1.png)
“Dialah (Allah ) yang telah mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul dari kalangan mereka, untuk membacakan ayat-ayat Nya kepada mereka, dan membersihkan hati mereka. Dan (kemudian) mengajarkan kepada mereka kitab (Alqur’an) dan hikmah (sunnah___( yaitu ilmu, pen.). Dan sesungguhnya mereka sebelum itu benar-benar berada dalam kesesatan yang nyata.”
Dari ayat di atas dapat kita ketahui bahwa tugas Rasul itu adalah :
1. Membacakan ayat-ayat Allah .
Pembacaan ayat-ayat Allah Subhanahu Wa Ta’ala dilakukan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dengan membuat halaqah-halaqah secara intensif. Dalam riwayat ada kurang lebih tiga tahun lamanya Baginda Shallallahu ‘Alaihi Wasallam membuat halaqah tersebut di rumahnya Arqam bin Abil Arqam Radhiyallahu ‘anhu.
Dengan
mendengar ayat-ayat Allah dibacakan kepada mereka, maka berubahlah hati
para shahabat menjadi bersih dari segala noda-noda dan pengaruh syaitan,
padahal sebelum itu mereka adalah para penyembah berhala yang amat
rusak dan sesat hatinya.
Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “Tiap-tiap diri kamu masing-masing memiliki syaitan. Para sahabat bertanya: “Engkau juga, ya Rasulullah? Rasulullah bersabda:
“Ya, aku juga. Akan tetapi Allah telah menolong saya atas syaitan itu,
maka ia telah menyerah dan tidak menyeru kecuali hanya pada kebaikan
belaka” (H.R. Muslim)
Memang salah satu fungsi Al Qur”an itu adalah mengobati hati.
Sesungguhnya
hati yang bersih itu adalah fondasi bagi berdirinya iman pada seorang
hamba, seperti fungsi fondasi pada sebuah bangunan. Adalah sangat
mustahil sebuah bangunan itu dapat berdiri tanpa adanya fondasi
terlebih dahulu. Semakin kuat dan kokoh sebuah fondasi itu, maka semakin
besarlah kemungkinan bagi berdirinya bangunan gedung yang luas, kokoh
dan menjulang tinggi.
2. Membersihkan hati.
Tugas Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam
yang kedua pada ayat di atas adalah membersihkan hati. Kata tazkiyah
itu artinya adalah membersihkan. Dan Allah menggunakan kata ”Wa yuzakkihim” yaitu membersihkan hati mereka.
Bacaan
ayat-ayat suci dari Nabi dan uraian–uraian Baginda Nabi kepada ummatnya
yang beliau lakukan ketika itu telah mampu membuat hati mereka (para
Sahabat) menjadi suci dan bersih.
Program pembersihan hati itu berlangsung di rumah Arqam bin Abil Arqam Radhiyallahu ‘anhu
dan terus menerus berlanjut secara intensif selama Nabi dan para
Sahabat itu tinggal di Makkah. Usaha atas penyucian hati itu berhasil
dengan gilang gemilang, dan berhasil memusnahkan seluruh kabut
kemusyrikan yang pernah mencengkeram hati mereka pada masa jahiliyah.
3. Mengajarkan kepada mereka kitab dan hikmah (Sunnah) yaitu ILMU.
Pada poin yang ketiga ini Allah memberi kepada Rasul-Nya yang Mulia sebuah tugas lagi yaitu mengajarkan ilmu kepada ummatnya.
(Kata “yu’allim“ berarti dia mengajarkan).
Ini
adalah dalil yang amat jelas dan nyata yang menunjukkan kepada kita
bahwa ilmu itu baru dapat mudah masuk dan meresap kedalam hati manusia
bila hatinya telah dibersihkan terlebih dahulu.
Bila
ilmu masuk ke dalam hati yang bersih, maka jadilah ilmu itu tumbuh subur
dan berkembang menjadi pedoman hidup bagi manusia itu. Sehingga memberi
manfaatlah ilmunya itu bagi dirinya dan kemudian memberi manfaat kepada
orang-orang lain pula.
Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam berdo’a: “Kami berlindung kepadaMu (Allah) dari ilmu yang tidak memberi manfaat”.
Namun
apabila ilmu itu dipaksa masuk ke dalam hati orang yang kotor, rusak dan
berkarat, maka bagaimana mungkin ilmu itu dapat memberi manfaat pada
orang tersebut?
Ilmu itu adalah nur dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala,
dan hati adalah tempatnya. Bila hati itu tertutup oleh berbagai daki
dan kotoran, maka sangatlah mustahil cahaya dapat menembus keluar dari
hati tersebut. Ibarat lampu sebuah mobil yang berkekuatan ratusan watt
sekalipun, apabila kaca lampu itu dilumuri oleh aspal yang tebal,
bagaimana mungkin cahayanya dapat menembus keluar dari lumuran aspal
tersebut ?
Maka
menjadi hilanglah fungsi lampu sebagai penerang bagi mobil itu. Dan bila
di malam hari orang yang punya mobil tersebut tetap nekat untuk
memakainya, maka sudah dapat diramalkan dia akan celaka di dalam
perjalanannya.
Demikian
juga orang yang hatinya berkarat oleh bermacam dosa dan ma’siat. Jika
hatinya itu dimasuki oleh ilmu, meskipun ilmu itu adalah nur dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala,
maka bagaimana mungkin cahaya nur itu dapat menembus hatinya yang kotor
dan berkerak? Sudah jelas manfaat terangnya nur ilmu pada dirinya akan
hilang.
Dan jika
dia tetap nekat berjalan dengan hatinya yang kotor dalam mengharungi
kehidupan dunia yang gelap gulita ini, maka sudah dapat dipastikan
perjalanannya akan sesat dan besar kemungkinan dirinya akan terperosok
ke dalam jurang kehidupan.
Pada
masa ini betapa banyak orang yang terjebak dalam menuntut ilmu. Mereka
merasa asyik dengan manisnya pelajaran yang diterima dalam majelis ilmu
tersebut sampai “mabuk” dengan ilmu itu. Namun sayang, mereka
lupa membersihkan hati dari segala penyakit hati. Akhirnya hati mereka
tetap kotor penuh dengan penyakit hati; iri dengki, ‘ujub, merasa diri paling benar dan lain-lain. Lalu ilmu tersebut tidak memberi manfaat kepada mereka karena terhijab oleh ma’siat hati.
Mereka mabuk dan tenggelam dengan pembahasan ilmu; fasal demi fasal, bab demi bab, judul demi judul, sehingga banyak diantara mereka tertipu syaitan.
Syaitan
pun berkuasa di dalam hati mereka dan memasukkan racun berbisa, sehingga
timbul anggapan bahwa dengan membahas-bahas ilmu tersebut mereka sudah
menjadi “ahli ilmu” dan “pengamal ilmu”.
Mereka
membahas seluk beluk shalat tahajjud sedetail-detailnya, sampai
benar-benar mengerti bahkan tak jarang yang hafal pula dalil-dalilnya.
Namun berapa banyak kah diantara mereka yang mau melakukan shalat
tahajjud itu ?
Mereka membahas tentang bab sabar,
hari demi hari, minggu demi minggu, bulan demi bulan sampai hafal
dalil-dalilnya. Kemana-mana mereka pergi, kitab tentang bab sabar itu
tak pernah lupa dibawa. Tiap ada kesempatan, buku itu ditelaahnya untuk
mengulang kembali pelajaran sabar tersebut.
Sudahkah dia mendapatkan sifat sabar yang berbulan-bulan dibaca dan dipelajarinya itu ? Ternyata tidak ……!!
Tiba-tiba
seekor kucing miliknya melompat ke atas meja makan, dan menghancurkan
beberapa piring keramik kesayangannya. Dengan serta merta marahnya
meledak, dan buku sabar yang ada di tangannya, melayang menghajar
kucingnya itu...!
Suatu
hari ada seorang gadis yang belajar di pesantren sedang pulang kampung,
karena liburan sekolah selama satu bulan. Setiap pagi gadis tersebut
ber-olahraga dengan memakai pakaian sport, celana pendek dan kaos
t-shirt sambil berlari pagi keliling kampungnya.
Suatu pagi seorang ibu menyapa gadis itu, ketika dia baru saja selesai berlari dan sedang berjalan santai menuju ke rumahnya.
Ibu tersebut bertanya : “Dari mana nak…. ?”
“Olahraga, bu …!” Jawabnya.
“O…nggak ke pesantren ?”, tanya ibu itu.
“Lagi liburan, bu..!“ Jawabnya.
“Ibu boleh bertanya, nak….. ?” Kata ibu itu.
“Tentu dong….bu!”, katanya ramah.
“Apa ada dalilnya yang memerintahkan wajibnya menutup aurat, nak ?”, tanya sang ibu.
“Oh, ada bu…!!” Jawabnya lincah.
Kemudian
dengan fasih, gadis pesantren tersebut membacakan Al Qur’an Surat Al
Ahzab ayat 59, serta sekaligus membacakan arti ayat itu kepada ibu
tersebut.
”
Hai Nabi ! Katakanlah kepada istri-istrimu, dan anak-anak perempuanmu
serta kepada perempuan-perempuan mu’min agar mereka menutup seluruh
tubuhnya dengan jilbab…!!”
“Nah itu dia bu….dalilnya..!!” katanya tanpa ragu-ragu.
Lantas ibu itu berujar: ” OOO….. begitu ya, nak…!! Jadi kok kamu nggak pakai jilbab kalau hal itu wajib… ??”
“PAANNNAAAAAASSSSSS……” jawabnya, sambil kembali berlari menuju rumahnya.
Apakah gadis pesantren tersebut tidak berilmu…??!
Dia berilmu….
Apakah gadis pesantren itu tidak tahu hukumnya menutup aurat..?!
Dia tahu…
Lantas kenapa ilmu nya tidak menerangi kehidupannya..??!
Iman-nya lemah dan hatinya gelap..!!
Lantas kenapa..? Iman mereka “merlep” (lampu yang hampir mati___ (bhs medan, pen) dan kalah dengan nafsu.
Kedudukan iman dan ilmu seseorang diletakkan Allah Subhanahu Wa Ta’ala di dalam hatinya. Jadi iman dan ilmu kedua-duanya bertempat di dalam hati manusia.
Inilah ajaran Islam. Dia berbeda dengan pendapat science, yang menganggap bahwa ilmu itu diletakan Allah Subhanahu Wa Ta’ala di dalam otak manusia.
Iman
seseorang itu dapat bertambah dan berkurang sesuai dengan perjuangan dan
pengorbanannya dalam melaksanakan ajaran agama. Iman inilah yang
berfungsi untuk mendorong seseorang mengerjakan amal-amal shalih. Bukan
seperti yang dipahami oleh sebagian besar orang bahwa seseorang itu mau
beramal adalah atas dorongan ilmunya. Ilmu tidak mendorong seseorang mau
taat kepada Allah.
Oleh
karena itu tidaklah mengherankan jika seseorang yang memiliki ilmu yang
tinggi namun keadaannya sangat memprihatinkan. Tidak mau beramal, bahkan
rajin melakukan ma’siat. Hampir-hampir tidak punya malu dan sering
mengeluarkan fatwa yang aneh-aneh.
Kenapa ada orang yang berilmu tinggi tetapi tidak punya malu ? Jawabnya tidak lain karena imannya lemah.
Hal tersebut sesuai dengan sabda Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam: “Malu itu sebagian dari Iman”
Kedudukan iman, ilmu dan amal pada diri seseorang dapat digambarkan seperti lokomotif, rel dan gerbongnya. Lokomotif seumpama iman, rel seumpama ilmu dan gerbong-gerbongnya seumpama amal seseorang maka semakin banyaklah amal
yang dapat diperbuatnya. pada diri seseorang itu. Semakin kuat power
yang ada pada lokomotif tersebut, maka semakin banyaklah gerbong yang
bisa ditariknya. Semakin kuat
Adapun
fungsi rel adalah menyampaikan kereta api dan gerbong itu kepada tujuan
yang ingin dituju. Itulah ilmu. Semakin tinggi ilmu yang ada pada
seseorang yang beriman, maka semakin jauhlah perjalanan rohaninya menuju
Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Iman saja tanpa adanya ilmu adalah sia-sia.
Bagaimana mungkin lokomotif dapat menarik gerbong jika tidak ada
relnya. Tetapi apalah artinya rel yang panjang tanpa adanya lokomotif
dan gerbong, yang senantiasa berjalan di atasnya.
Ilmu
yang tidak dipenuhi oleh iman dan amal, ibarat rel yang panjang tetapi
tidak pernah dilalui oleh sebuah kereta api pun. Apakah yang akan
terjadi dengan rel kereta api itu …. ? Dia akan berkarat dan wilayah rel
itu akan ditumbuhi oleh semak belukar yang penuh dengan
binatang-binatang berbisa yang membahayakan.
Di zaman ini banyak kita lihat orang-orang yang memiliki ilmu agama, termasyhur di tengah masyarakat sebagai kiyai namun selalu muncul dari mulutnya fatwa-fatwa ganjil dan aneh. Mereka dengan tidak tahu malu dan tanpa rasa takut kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala berani menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal.
Kita berlindung kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala dari keadaan sedemikian…!
Karena
iman dan ilmu itu diletakkan Allah di dalam hati, maka jelaslah bagi
kita bagaimana pentingnya menjaga hati agar senantiasa bersih-bersinar.
Sehingga dengan demikian sinar iman dan ilmu itu menjadi kuat dan
bermanfaat bagi kehidupan manusia.
Namun demikian, kita tidak boleh menafikan keberadaan ilmu. Sebab, Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam amat memuji tentang keberadaan ilmu. Tetapi sebaliknya, kita juga tidak boleh menafikan pentingnya iman serta perjuangan untuk memelihara dan menguatkan keberadaan iman tersebut.
Begitu
juga hati, sebagai tempat adanya iman dan ilmu tentu amat perlu untuk
dipelihara dan dijaga agar iman dan ilmu yang ada di dalamnya itu dapat
berfungsi secara maksimal, sehingga akan mapu menghasilkan amal yang
baik, benar dan maksimal.
Wallahu A'lam Bishshowab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar