Jumat, 15 Juni 2012

Artikel: Panduan Hubungan Intim Suami Istri dalam Islam

Artikel: Panduan Hubungan Intim Suami Istri dalam Islam juni 15, 2012

Posted by Dzy Chan.
Tags: , , , , ,
trackback
[ Ustadzah Euis, dari buku Tarbiyate Farzan (Pendidikan Anak), Sayyid Ali Husaini Zadeh ] Pentingnya pendidikan, tujuan pendidikan dan mencari pasangan hidup, sebagai salah satu factor yang sedikit banyaknya dapat berpengaruh dalam pendidikan anak. Karena pasangan ini pada waktu yang akan datang akan menjadi orang tua anak yang akan dididik.
Islam bukan agama yang mengkebiri seks manusia, begitupula bukan agama yang memperbolehkan pemeluknya untuk mengumbar seks. Akan tetapi ia memberikan jalan penyaluran seks melalui jalan yang benar yaitu pernikahan. Walaupun pernikahan dalam Islam tidak dipandang dari segi seksualnya saja. Bahkan lebih dari itu, ia pun dianggap sebagai salah satu pintu untuk menuju kesempurnaan dan kebahagiaan yang ingin dicapai oleh manusia. Setelah mereka memasuki kehidupan berumah tangga, maka peranan kedua orang tua semakin terasa.
Dalam artikel ini, akan dibahas tentang adab islami (panduan Islam) berkaitan dengan hubungan biologis suami istri. Meskipun sebelumnya saya merasa hal ini merupakan masalah yang sangat privasi dan mungkin hal yang tabu, tetapi ketika melihat ternyata pengetahuan yang benar sesuai dengan anjuran Islam tentang hal ini akan dapat memberikan pengaruh kepada anak yang akan dididik maka saya kira sebaiknya hal ini kita singgung juga. Dan mudah-mudahan akan menambah wawasan dan dapat diamalkan oleh para orang tua sebagai lahan terbentuknya generasi yang sehat, saleh dan cerdas.
Telah dijelaskan dalam banyak hadits tentang adab hubungan biologis suami istri yang hendaknya diketahui oleh pasangan suami istri. Adab hubungan biologis suami istri dapat sedikit banyaknya akan memberikan pengaruh pada jasmani dan ruhani anak. Rasulullah telah memberikan pesan kepada Imam Ali tentang adab dan tata cara hubungan biologis suami istri dari sisi waktu, tempat dan kondisi kejiwaan yang meliputi kedua pasangan. Rasulullah bersabda: “Wahai Ali, Jagalah (dan amalkan) wasiatku ini, sebagaimana aku telah menjaga (dan mempelajarinya) dari saudaraku Jibra’il as.” (Makarimal Akhlak, hal 219, dinukil dari buku Tarbiyate Farzan (Pendidikan Anak), Sayyid Ali Husaini Zadeh, hal 50]
Rasulullah saw sendiri sebelum memiliki putri tercintanya Sayyidah Fathimah Az-Zahra, berpisah selama 40 hari dengan istrinya Sayyidah Khadijah. Setelah itu menemui istrinya dan sebelumnya memakan apel surga yang diberikan malaikat Jibrail as kepadanya. Yang darinya kemudian terlahir manusia sempurna bunda Fathimah Zahra. Berkenaan dengan beliau, Rasulullah bersabda:: “Sesungguhnya wanita ahli surga yang paling utama adalah Khadijah binti Khuwailid, Fathimah binti Muhammad saww, Maryam binti ‘Imron, dan Asiyah binti Mazahi.” (Mustadrak Ash Shahihain 2:497).
Walaupun mungkin kita tidak dapat melakukan secara sepenuhnya apa yang telah dilakukan oleh Nabi kita, namun tak ada salahnya yang mampu kita lakukan ya sebaiknya kita lakulan dan amalkan. Seorang perempuan mendatangi Rasulullah saw, seraya berkata: “Wahai Rasulullah, bagaimana Allah swt dapat dikatakan adil, padahal Dia telah memberikan anak yang buta kepadaku?” Dalam menjawab protesnya beliau menjawab: “Apakah ketika kalian berhubungan, suamimu meminum minuman keras (khamar)?” “Ya, wahai Rasulullah.” Jawabnya. Lantas beliau kembali bersabda: “Jika demikian maka cercalah diri kalian sendiri”.
Pengaruh menjaga adab hubungan suami istri dalam beberapa riwayat dibagi kepada dua bagian:


1. Memberikan Pengaruh kepada keselamatan dan kesehatan jasmani anak:

Iman Ali Zainal Abidin (Imam Ke-4) berkata: “Jika seoarng suami melakukan hubungan biologis dengan istrinya dalam keadaan tenang, tidak dalam keadaan rasa khawatir dan tidak grogi maka sperma akan masuk ke dalam rahim istrinya dalam keadaan tenang pula. Dan paras anak akan mirip dengan ayah dan ibunya. Namun jika seorang suami melakukan hubungan biologis dengan istrinya dalam keadaan tidak tenang, ada rasa khawatir dan grogi maka sperma akan masuk ke dalam rahin dalam keadaan tidak tenang pula. Serta paras anak mirip dengan paman, bibi dari kedua belah pihak dan anggota keluarga yang lainnya.” (Bihar al-Anwar, jil 60, hsl 359, dinukil dari Tarbiyate Farzan (Pendidikan Anak), Sayyid Ali Husaini Zadeh )Ini sebagian dari riwayat, dan ada beberapa hadis lagi bisa didapatkan dalam kitab makarimal akhlaq, berkaitan dengan adab hubungan suami istri.
Dalam hadis lain Rasulullah saw bersabda; “Wahai Ali, janganlah melakukan hubungan biologis dengan istrimu pada awal bulan, pertengahan dan akhir bulan. Karena ada kemungkinan besar akan menyebabkan gila, terkena penyakit kusta, cacat anggota tubuh dan akal istri dan anak.” (Makarimal Akhlak, hal 219)


2. Hal-Hal yang Memberikan Pengaruh pada Ruhani dan Kejiwaan Anak:

Diantara hal-hal yang hendaknya dilakukan sebelum melakukan hubungan suami istri ialah berwudhu atau dalam keadaan suci, menyebut nama Allah swt dan berdoa akan mencegah dari campur tangan syetan. Syetan setelah diusir dari surga ia bersumpah untuk menjerumuskan manusia melalui harta dan anak, seraya berkata: “Dan hasunglah siapa yang kamu sanggupi di antara mereka dengan ajakanmu, dan kerahkanlah terhadap mereka pasukan berkuda dan pasukanmu yang berjalan kaki dan berserikatlah dengan mereka pada harta dan anak-anak dan beri janjilah mereka. dan tidak ada yang dijanjikan oleh syaitan kepada mereka melainkan tipuan belaka. (Al-Israa: 64)
Campur tangan syetan dalam harta mungkin sudah jelas bagi kita. Namun apa yang dimaksud campur tangan syetan dalam anak-anak kita? Dalam menjawab hal ini dalam tafsir Shafi karya Faiz Kasyani, telah dinukil dari Imam Shadiq as bahwa beliau berkata: “Sewaktu kalian memulai hubungan suami istri dengan nama Allah swt maka syetan akan menjauh dari kalian. Namun jika tidak memulai dengan menyebut nama Allah swt maka syetan akan ikut campur dalam dalam perbuatan kalian.”


Tentu mendidik anak yang ketika pembentukannya terdapat campur tangan syetan, akan lebih sulit dibanding anak yang tidak seperti itu. Begitupula hendaknya berhati-hati ketika melaukan hubungan suami istri secara hati-hati, jangan sampai anak kita menyaksikannya. Dalam sebuah riwayat Imam Shadiq as yang telah dinukil dari kakeknya Rasulullah saw berkata; “Sumpah demi Tuhan yang jiwaku berada di bawah kekuasaannya, jika seorang suami hubungan biologis dengan istrinya, sementara anaknya ada di kamarnya melihatnya, mendengar omongan dan desah nafasnya, ketahuilah anak tersebut tidak akan bahagia, baik anak laki-laki maupun perempuan maka akan menjadi penzina. ” (Wasa’il Asy-Syi’ah, jil 14, hal 94)


Setelah menyebut nama Allah swt, selanjutnya mari kita simak anjuran lainnya:


1. Tidak menghadap dan membelakangi kiblat
Dalam hal ini Imam Shadiq as bersabda; “Janganlah anda melakukan hubungan biologis dalam keadaan menghadap dan membelakangi kiblat”. [1]
Begitupun beliaupun telah menukil dari para leluhurnya bahwa Rasulullah saw telah melarang hal dan seraya bersabda: “Barang siapa yang melakukan hal ini maka laknat Allah, para malaikat dan seluruh manusia atasnya”.[2]
2. Tidak dalam Keadaan Kenyang
Berhubungan biologis dalam keadaan kenyang akan merusak metabolisme badan dan berbahaya untuk kesehatan badan.
Imam Shadiq as bersabda: “Tiga perkara yang akan merusak metabolisme tubuh manusia, bahkan mungkin saja akan membinasakannya; mandi dalam keadaan kenyang, berhubungan biologis dalam keadaan kenyang, dan berhubungan biologis dengan perempuan tua (manula)”.[3]
Imam Ridho as bersabda: “Janganlah kalian berhubungan pada awal malam dalam keadaan kenyang, karena lambung dan semua nadimu dalam keadaan penuh dan berhubungan dalam keadaan seperti ini tidaklan terpuji karena hal itu akan menimbulkan berbagai penyakit seperti lumpuh, kencing batu, …dan akan melemahkan pandangan (mata). Lakukanlah hubungan pada akhir malam, karena hal itu sangat bermanfaat untuk tubuh kalian juga akan menambah kecerdasan dan akal janin”. [4]
3. Tidak dalam Keadaan Berdiri
Berkaitan dengan hal ini Rasulullah saw bersabda: “Janganlah kalian berhubungan biologis dalam keadaan berdiri karena itu merupakan prilaku keledai. Dan jika bayi terlahir darinya maka ia akan kencingan (ketika tidur ia akan kencingan) diranjang, ia tidak dapat menahan kencingnya seperti keledai yang kencing disemua tempat”.[5]
Catatan: Perlu diketahui, berkaitan dengan adab hubungan suami istri dari segi hukum fikih ada hal-hal yang ‘di-mustahab-kan’ artinya jika dilaksanakan akan mendapatkan pahala dan jika ditinggalkan tidak berdosa, namun lebih baiknya dilaksanakan karena di saat Allah menganjurkan sesuatu pasti ada maslahat dan hikmahnya. Yang terkadang kita tidak mengetahui hikmah dan maslahat tersebut. Hal-hal yang hukumnya makruh, artinya lebih baik ditinggalkan kendatipun apabila dilaksanakan tidak berdosa.
Setelah kita mengetahui beberapa waktu dan kondisi yang dimakruhkan untuk melakukan hubungan suami istri yang beresiko negatif atas pertumbuhan janin yang mungkin dihasilkan darinya, kini, kita akan melihat beberapa riwayat yang menekankan (sunah/mustahab) akan pelaksanaan hubungan suami-istri untuk memunculkan generasi yang baik.
Maka disini terdapat beberapa anjuran (sunnah) lagi yang telah dinukil dalam beberapa hadis berikut ini. Dan sebaliknya, terdapat beberapa riwayat yang menjelaskan akan beberapa hal yang terdapat penekanan untuk ditinggalkan (makruh) sewaktu melakukan persenggamaan:
Hal-hal yang dimakruhkan dalam melakukan hubungan biologis:
1. Membayangkan perempuan (untuk suami) atau laki-laki (untuk istri) lain selain pasangannya.
Seorang suami atau istri tidak selayaknya ketika sedang melakukan hubungan biologis membayangkan laki-laki atau perempuan lain dengan syahwat. Karena hal itu, selain berdosa bagi pelakunya, juga sedikit banyaknya akan memberikan dampak negatif pada kepribadian anak yang dilahirkan dari cara hubungan seperti ini.
Dalam wasiatnya kepada Imam Ali as, Rasulullah saw bersabda: “Wahai Ali, janganlah engkau melakukan hubungan biologis dengan istrimu dalam keadaan membayangkan perempuan lain. Karena aku takut jika ternyata (dari hubungan itu) menghasilkan anak maka ia akan menjadi banci, dan anggota tubuh serta akalnya akan cacat”. [Syeikh Radhiyuddin Abi Nashril Hasan bin Al-Fadl ath-Thabarsi, ulama besar pada abad ke-6 HQ, Makarimal-Akhlak, hal 209, Wasail asy-Syi'ah, Syeikh al-Hurr al-Amili jilid 20 halaman 252]
2. Berbicara sewaktu berhubungan
Usahakan suami dan istri ketika sedang melakukan hubungan biologis tidak berbicara. Adapun sebelumnya dan sesudahnya tidaklah apa-apa.
Berkenaan dengan hal ini, Imam Shadiq as meriwayatkan dari Rasulullah saw dimana beliau berwasiat kepada Imam Ali as: “Wahai Ali, janganlah berbicara ketika engkau sedang melakukan hubungan biologis. Karena jika (dari hasil hubungan semacam itu) anak terlahir darinya maka ia tidak akan terjaga dari kebisuan (akan menyebabkan bisu .red)”. [Wasail asy-Syi'ah, Syeikh al-Hurr al-Amili jilid 20 halaman 123 dinukil dari Adab Zafaf halaman 77]
3. Memakai Satu Kain
Selayaknya suami istri memiliki kain (pengusap kemaluan) yang digunakan setelah melakukan hubungan biologis secara terpisah. Dan hendaklah menjauhi menggunakan satu kain secara bergantian. Karena jika hal demikian dilakukannya maka akan menyebabkan permusuhan di antara pasangan suami-istri tersebut.
Berkaitan dengan hal ini, dalam wasiatnya kepada Imam Ali as, Rasulullah saw bersabda: “Wahai Ali, janganlah engkau melakukan hubungan biologis dengan istrimu melainkan engkau dan istrimu memiliki kain yang terpisah. Janganlah kalian berdua menggunakan satu kain setelah berhubungan (jima’). Karena hal itu menyebabkan (terjadinya) syahwat terletak pada syahwat lainnya, dan hal tersebut akan menyebabkan permusuhan di antara kalian berdua yang kemudian akan mengantarkan pada penceraian (thalak).” [Syeikh Radhiyuddin Abi Nashril Hasan bin Al-Fadl ath-Thabarsi, ulama besar pada abad ke-6 HQ, Makarimal-Akhlak, hal 210, Wasail asy-Syi'ah, al-Hurr al-Amili jilid 20 halaman 252]
4. Melihat kemaluan (kelamin) istri.
Ketika sedang melakukan hubungan biologis, hendaknya sang suami tidak melihat alat kemaluan pasangannya. Karena hal itu akan mewariskan kebutaan pada anak yang terlahir darinya.
Berkaitan dengan hal ini, Nabi saw dalam wasiatnya kepada Imam Ali as, beliau bersabda: “Dan hendaklah kalian tidak melihat kemaluan istri. Dan tundukkanlah pandangan dari memandang vagina istri ketika sedang melakukan hubungan biologis (persetubuhan). Karena memandang vagina ketika sedang berhubungan intim akan mewariskan kebutaan pada anak (yang dihasilkan darinya)”. [Syeikh Radhiyuddin Abi Nashril Hasan bin Al-Fadl ath-Thabarsi, ulama besar pada abad ke-6 HQ, Makarimal-Akhlak, hal 209, Wasail asy-Syi'ah, al-Hurr al-Amili jilid 20 halaman 121]
5. Setelah Dhuhur
Ditekankan agar tidak melakukan hubungan dengan pasangan di waktu dzuhur karena hal itu memungkinkan anak yang dihasilkan dari hubungan tersebut terlahir dalam keadaan ‘jereng’ (juling mata).
Rasul saw dalam sebuah wasiat beliau kepada Imam Ali as bersabda: “Wahai Ali, jangan engkau berhubungan biologis dengan istrimu pada waktu selepas dzuhur. Karena jika kalian (engkau dan istri .red) lakukan hal tersebut maka, kalaulah kalian dikarunia seorang anak dari hasil hubungan tersebut maka akan terlahir dalam keadaan juling. Dan Setan sangat menyukai manusia yang juling”. [Syeikh Radhiyuddin Abi Nashril Hasan bin Al-Fadl ath-Thabarsi, dalam kitab Makarimal-Akhlak, hal 209]
6. Malam Hari Raya Iedul Fitri dan Iedul Adha
Ditekankan untuk menghindari hubungan seksual dengan istri di saat malam Iedul Fitri dan Iedul Adha. Kedua Malam itu (Iedul Fitri dan Iedul Adha) adalah salah satu waktu yang dimakruhkan dalam melakukan hubungan biologis antara suami-istri. Dikarenakan jika hal itu dilakukan maka andai Allah mengaruniai keturunan dari hubungan tersebut maka ia akan terlahir dalam keadaan yang tidak dikehendaki.
Rasul saw telah berwasiat kepada Imam Ali as: “Ya Ali, jangan engkau kumpuli istrimu pada malam (Ied) Fitri. Karena jika kalian (suami-istri .red) dikaruniai seorang anak dari perbuatan tersebut niscaya ia tidak akan terlahir kecuali dalam keadaan menjadi sumber malapetaka” [Syeikh Radhiyuddin Abi Nashril Hasan bin Al-Fadl ath-Thabarsi, dalam kitab Makarimal-Akhlak, hal 210]
Rasul saw telah berwasiat kepada Imam Ali as: “Ya Ali, jangan engkau kumpuli istrimu pada malam (Ied) Adha. Karena jika kalian (suami-istri) dikaruniai seorang anak dari perbuatan tersebut niscaya ia akan terlahir memiliki jari jemari berjumlah empat atau enam (kurang/lebih dalam ciptaan .red)” [Syeikh Radhiyuddin Abi Nashril Hasan bin Al-Fadl ath-Thabarsi, dalam kitab Makarimal-Akhlak, hal 210]
7. Di bawah Pohon Berbuah
Termasuk yang dimakruhkan dalam melakukan hubungan biologis adalah dengan melakukannya di bawah pohon berbuah.
Rasul saw dalam sebuah wasiatnya kepada Imam Ali bersabda: “Ya Ali, janganlah engkau berhubungan biologis dengan istrimu di bawah pohon berbuah karena hal itu menyebabkan; jika engkau dikaruniai seorang anak yang terlahir darinya akan menjadi preman, pembunuh dan pelaku keburukan” [Syeikh Radhiyuddin Abi Nashril Hasan bin Al-Fadl ath-Thabarsi, dalam kitab Makarimal-Akhlak, hal 210]
8. Di bawah Terik dan atau Sorotan Sinar Matahari
Hal yang dimakruhkan dalam berhubungan seksual dengan pasangan hidup adalah melakukannya di bawah sorotan sinar Matahari.
Rasul saw berwasiat kepada Imam Ali as: “Ya Ali, janganlah engkau berhubungan biologis dengan istrimu di bawah terik dan atau sorotan sinar Matahari, kecuali dengan menutupi (melindungi) diri kalian darinya. Karena hal itu menyebabkan jika engkau dikaruniai seorang anak yang terlahir darinya akan menjadi anak yang selalu sengsara dan fakir hingga akhir hayatnya”. [Syeikh Radhiyuddin Abi Nashril Hasan bin Al-Fadl ath-Thabarsi, dalam kitab Makarimal-Akhlak, hal 210]
9. Antara Adzan dan Iqamat
Rasul saw berwasiat kepada Imam Ali as: “Ya Ali, janganlah engkau melakukan hubungan biologis dengan istrimu pada waktu antara adzan dan iqomat, karena hal itu menyebabkan jika kalian dikaruniai seorang anak yang terlahir darinya akan menjadi orang yang haus darah (orang yang suka menumpahkan darah .red). [Syeikh Radhiyuddin Abi Nashril Hasan bin Al-Fadl ath-Thabarsi, dalam kitab Makarimal-Akhlak, hal 210]
12. Malam Perjalanan
Rasul saw berwasiat kepada Imam Ali as: “Ya Ali, jika engkau dalam perjalanan, janganlah engkau melakukan hubungan biologis dengan istrimu pada malam itu karena hal itu menyebabkan; jika kalian dikaruniai seorang anak yang terlahir darinya akan menjadi orang yang suka menghambur-hamburkan uang bukan pada tempatnya”. Kemudian Rasulullah membacakan ayat: “Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah Saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya”.(QS al-Israa: 27) [Syeikh Radhiyuddin Abi Nashril Hasan bin Al-Fadl ath-Thabarsi, dalam kitab Makarimal-Akhlak, hal 211]
13. Permulaan Malam
Melakukan hubungan biologis pada awal bulan Qomariyah merupakan hal yang dimakruhkan, kecuali pada bulan Ramadhan, sesuai dengan zahir ayat al-Quran dalam surat 187 ayat al-Baqarah: “Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu“.
Rasul saw telah berwasiat kepada Imam Ali as: “Ya Ali, janganlah engkau berhubungan biologis dengan istrimu pada permulaan malam, karena hal itu menyebabkan; jika kalian dikaruniai seorang anak yang terlahir darinya akan menjadi orang yang tidak akan beriman dan menjadi seorang penyihir dan tukang onar, yang memberikan dampak buruk dikehidupan dunia dan akhiratnya. [Syeikh Radhiyuddin Abi Nashril Hasan bin Al-Fadl ath-Thabarsi, dalam kitab Makarimal-Akhlak, hal 211]
14. Tanpa Wudhu
Hal lain yang dimakruhkan adalah melakukan hubungan intim tanpa bersuci (berwudhu).
Rasul saw telah berwasiat kepada Imam Ali as: “Ya Ali, janganlah engkau berhubungan intim dengan istrimu melainkan engkau dalam keadaan memiliki wudhu (suci). Karena jika tidak maka hal itu menyebabkan; kalaulah engkau dikaruniai seorang anak yang terlahir darinya maka akan menjadi anak yang buta mata hatinya dan kikir”. (Syeikh Radhiyuddin Abi Nashril Hasan bin Al-Fadl ath-Thabarsi, dalam kitab Makarimal-Akhlak, hal 210)
15. Malam Pertengahan Bulan Sya’ban
Malam pertengahan bulan Sya’ban adalah salah satu masa yang dimakruhkan dalam melakukan hubungan seksual, dari awal malam (maghrib) hingga akhir malam (menjelang subuh).
Rasul saw telah berwasiat kepada Imam Ali as: “Ya Ali, janganlah engkau berhubungan intim dengan istrimu pada malam pertengahan bulan Sya’ban. Karena jika tidak maka hal itu menyebabkan; kalaulah kalian dikaruniai seorang anak yang terlahir darinya maka akan menjadi anak yang buruk dimana rambut dan kepalanya berbercak”. [Syeikh Radhiyuddin Abi Nashril Hasan bin Al-Fadl ath-Thabarsi, dalam kitab Makarimal-Akhlak, hal 210]
16. Menjelang Dua Hari di Akhir Bulan
Rasul saw berwasiat kepada Imam Ali as: “Ya Ali, janganlah engkau melakukan hubungan biologis dengan istrimu dua hari menjelang akhir bulan, kalaulah kalian dikaruniai seorang anak yang terlahir darinya maka akan menjadi orang bodoh dan penolong orang zalim yang berakibat kebinasaan sekelompok manusia”. [Syeikh Radhiyuddin Abi Nashril Hasan bin Al-Fadl ath-Thabarsi, dalam kitab Makarimal-Akhlak, hal 210]
11. Di atas Atap Rumah
Rasul saw berwasiat kepada Imam Ali as: “Ya Ali, janganlah engkau melakukan hubungan biologis dengan istrimu di atas atap rumah, karena hal itu menyebabkan; jika kalian dikaruniai seorang anak yang terlahir darinya akan menjadi orang munafik, riya dan ahli bid’ah. [Syeikh Radhiyuddin Abi Nashril Hasan bin Al-Fadl ath-Thabarsi, dalam kitab Makarimal-Akhlak, hal 210]
Dan anjuran-anjuran lainnya yang secara kesehatan sangat membahayakan seperti: berjima’ dalam keadaan menahan kencing, terlampau kenyang, terlampau lapar dan hal-hal lain -yang pernah kita singgung dalam penjelasan yang lalu- dimana kesemuanya hukumnya adalah makruh. Dan dalam beberapa hal, terbukti bahwa berdasarkan kesehatan (medis) pun ilmu kedokteran modern telah membuktikan kebenaran akan adanya beberapa resiko tersebut.


1. Malam Senin (Minggu malam)
Dalam wasiatnya terhadap Imam Ali as, Nabi Muhamad saw bersabda: “Wahai Ali, dan hendaknya engkau melakukan hubungan dengan istrimu pada malam senin. Karena apabila anak terlahir darinya maka ia menjadi penghapal al-Qur’an dan rela terhadap yang telah ditentukan Allah swt atasnya”. [Syeikh Radhiyuddin Abi Nashril Hasan bin Al-Fadl ath-Thabarsi, ulama besar pada abad ke-6 HQ, Makarimal-Akhlak, hal 211, Wasail asy-Syi'ah, al-Hurr al-Amili jilid 20 halaman 254 dinukil dari Adab Zafaf halaman 84]
2. Malam Selasa (Senin malam)
Dalam wasiatnya terhadap Imam Ali as Nabi Muhamad saw bersabda: “Wahai Ali, jika engkau melakukan hubungan dengan istrimu pada malam selasa, maka anak yang terlahir darinya akan dikaruniai kesyahidan, ia tidak akan menyimpang dari kebenaran. Manusia suci dan bersih, wangi, pengasih , penyayang, serta lisannya akan tersucikan dari ghibah, bohong dan menuduh”. [Wasail asy-Syi'ah, al-Hurr al-Amili jilid 20 halaman 254 dinukil dari Adab Zafaf halaman 84]
3. Malam Kamis (Rabu malam)
Dalam wasiatnya terhadap Imam Ali as Nabi Muhamad saw bersabda: “Wahai Ali, jika engkau melakukan hubungan dengan istrimu pada malam kamis maka anak yang terlahir darinya akan menjadi penguasa yang adil dari para penguasa dan atau akan menjadi salah seorang ulama dari para ulama”. [Syeikh Radhiyuddin Abi Nashril Hasan bin Al-Fadl ath-Thabarsi, ulama besar pada abad ke-6 HQ, Makarimal-Akhlak, hal 211, Wasail asy-Syi'ah, al-Hurr al-Amili jilid 20 halaman 254 dinukil dari Adab Zafaf halaman 84]
4. Hari Kamis; ketika menjelang tergelincir matahari (menjelang dhuhur)
Dalam wasiatnya terhadap Imam Ali as Nabi Muhamad saw bersabda: “Wahai Ali, jika engkau melakukan hubungan dengan istrimu pada malam kamis maka anak yang terlahir darinya maka syetan tidak akan mendekatinya, ia akan memiliki pemahaman yang sangat (cerdas) dan Allah swt akan menganugrahkan kepadanya keselamatan dalam agama dan dunia. [Syeikh Radhiyuddin Abi Nashril Hasan bin Al-Fadl ath-Thabarsi, ulama besar pada abad ke-6 HQ, Makarimal-Akhlak, hal 211, Wasail asy-Syi'ah, al-Hurr al-Amili jilid 20 halaman 254 dinukil dari Adab Zafaf halaman 85]
5. Malam Jum’at (Kamis malam)
Dalam wasiatnya terhadap Imam Ali as, Nabi Muhamad saw bersabda: “Wahai Ali, jika engkau melakukan hubungan dengan istrimu pada malam jum’at maka anak yang terlahir darinya akan menjadi seorang orator ulung”. [Syeikh Radhiyuddin Abi Nashril Hasan bin Al-Fadl ath-Thabarsi, ulama besar pada abad ke-6 HQ, Makarimal-Akhlak, hal 211]
6. Jum’at sore (setelah ashar, sebelum maghrib)
Dalam wasiatnya terhadap Imam Ali as, Nabi Muhamad saw bersabda: “Wahai Ali, jika engkau melakukan hubungan dengan istrimu pada waktu jum’at sore maka anak yang akan terlahir darinya akan menjadi seorang figur yang terkenal dan atau ilmuwan (ulama).
7. Malam Jum’at; setelah waktu isya’ berlalu (akhir malam/dekat subuh)
Dalam wasiatnya terhadap Imam Ali as Nabi Muhamad saw bersabda: “Wahai Ali, jika engkau melakukan hubungan biologis dengan istrimu pada akhir malam jum’at maka anak yang akan terlahir darinya akan menjadi seorang wali (ibdal)
8. Pada malam awal (tanggal satu) Ramadhan
Berkenaan dengan hal ini Imam Ali as berkata: “Disunahkan pada malam awal bulan Ramadhan laki-laki berhubungan dengan istrinya; karena Allah dalam surat al-Baqarah ayat 187 telah berfirman: ” Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu…”. [Wasail asy-Syi'ah, al-Hurr al-Amili jilid 20 halaman 254 dinukil dari Adab Zafaf halaman 85]
Catatan: Waktu-waktu di atas merupakan waktu-waktu yang dianjurkan, artinya adalah waktu yang sebaiknya (mustahab/sunnah) padanya hubungan biologis dilakukan, bukan wajib. Begitu juga, sewaktu disebutkan kata ‘jangan’ dalam waktu-waktu dan tata cara persetubuhan dalam hadits di atas adalah merupakan anjuran untuk meninggalkan (makruh), yang belum sampai pada derajat haram.
[1] Allamah Thabarsi, Makarimal-Akhlak, hal 212
[2] Syeikh Amuli, Wasa’il Syi’ah, jilid 20, hal 138
[3] Ibid, hal 255
[4]Ar-Risalah adz-Dzahabiyah, hal 65
[5] Syeikh Amuli, Wasa’il Syi’ah, jilid 20, hal 252
[Sumber: Adab Zafaf, Hujjatulislam Dr. Ali Thohmasibi Amuli]

Tidak ada komentar: